BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pendidikan
teramat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan darinya. Sifat
pendidikan dalam kehidupan adalah mutlak, baik untuk kehidupan pribadi,
keluarga, alam, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa sangat
dipengaruhi dari berhasil tidaknya suatu pendidikan yang diselenggarakan di
Negara itu, meskipun banyak factor lain juga yang mempengaruhi keberhasilannya
seperti birokrasi yang sehat dan cerdas, kepemerintahan yang sangat lihai
mengurus rakyatnya; baik dalam bidang ekonominya, kesehatannya dsb. Tetapi
semuanya itu ada pada regenerasi rakyat (manusia) sebagai sumber daya untuk
menjadi penerus kepemerintahan; apabila penerusnya buta norma, akidah, maka
tunggu kehancuran bangsa itu. Tetapi bila penerusnya sangat menjunjung norma
dan amalan yang baik manfaat, maka siap-siaplah menjadi bangsa yang cerdas,
sehat dan maju. Itu semua dapat diraih lewat pendidikan, baik pendidikan dari
Negara (formal) mau pun pendidikan non-formal dan in-formal yang keduanya
saling membantu terhadap pendidikan formal.
Mengingat
sangat pentingnya pendidikan bagi kehidupan, maka pendidikan itu mesti
dilaksanakan sebaik mungkin sehingga hasilnya pun akan sesuai harapan. Dalam
proses pendidikan biasanya dikomandoi oleh tenaga pendidikan. Kemampuan guru
sebagai salah satu tenaga pendidikan harus benar-benar dipikirkan, karena guru
ini adalah tenaga yang langsung melaksanakan kependidikan dan sebagai ujung
tombak keberhasilan suatu pendidikan.
Maka dari
itu guru perlu ilmu pendidikan. Karena ilmu pendidikan merupakan ilmu yang
mempersiapkan tenaga pendidikan yang professional, karena bagi guru itu
merupakan syarat utama. Bagaimana cara mendidik, bagaimana metode untuk sampai
tujuannya, caranya untuk mengajar dsb, semuanya ada pada ilmu pendidikan.
Maka dari
itu untuk mendalaminya, akan dibahas dalam makalah yang telah penyusun buat
dengan judul; Ilmu Pendikan; Sebagai Ilmu yang Normatif, Teoritis, Praktis.
Untuk itu
penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu Ilmu Pendidikikan Islam
(IPI) yang telah memberikan kesempatannya pada penyusun untuk mempresentasikan
hasilnya pada seminar kelas ini. Maka apabila ada suatu kekeliruan, kesulitan
dalam seminar kelas, penyusun sangat mengharapkan sekali kontribusi dari Dosen.
BAB IIPEMBAHASAN
- A. Ilmu
Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu
Pengetahuan ialah suatu uraian yang lengkap dan juga tersusun tentang suatu objek
yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut;
- Mempunyai objek (lapangan) yang
jelas dan dapat dipisahkan dari objek ilmu pengetahuan lain.
- Dalam uraian (lengkap) itu dijelaskan bagian demi bagian secara bersama-sama yang saling berkaitan secara keseluruhannya (sistematis).
Ilmu
Pengetahuan menurut kadar sistemnya dapat kita bedakan menjadi dua; pertama;
ilmu-ilmu murni dan kedua; ilmu-ilmu pengalaman (empiris).
- Ilmu pengetahuan murni adalah
ilmu yang terbebas dari factor pengalaman atau empiris, ia murni berdiri
sendiri. Contohnya seperti ilmu pasti (matematika, hitung-hitungan),
logika dan filsafat.
- Ilmu pengetahuan empiris atau pengalaman adalah ilmu yang terikat dengan objek-objek tertentu saja yang didapat dari pengalaman. Objek-objeknya bisa terdiri dari gejala-gejala kehidupan, seperti alam (ilmu alam), sejarah, gejala-gejala hidup atau situasi pendidikan.
Bagian ilmu
pengetahuan empiris (pengalaman) dibagi kembali menjadi dua bagian, pertama;
ilmu-ilmu pengetahuan alam kedua; ilmu-ilmu pengetahuan rohani.
- Ilmu pengetahuan alam,
objek-objeknya terdapat di alam. Sifat metodenya eksperimental, empiris,
analitis dan sintetis.
- Ilmu pengetahuan rohani, objek-objeknya terdapat dalam berbagai kegiatan rohani, seperti berbicara, kebahasaan, kesusastraan, kegiatan belajar mengajar (didaktik metodik) dan praktek-praktek yang mendidik lainnya. Sifat metodenya menyelam supaya tahu, memperhatikan sebab dan tujuan, menggunakan angket, tes dan interview.
Ilmu
pendidikan merupakan ilmu pengetahuan rohani karena situasi pendidikan
berdasarkan atas tujuan manusia tidak membiarkan anak manusia kepada keadaan
alamnya, tetapi anak manusia dipandang sebagai mahluk susila dan mesti dibawa
kea rah mahluk (manusia) susila yang berbudaya.
Dari ilmu
pengetahaun rohani itu dibagi kembali menjadi ilmu deskriptif dan normatif.
- Ilmu pengetahuan deskriptif,
hanya menggambarkan objek-objek dari ilmu pengetahaan rohani itu
- Ilmu pengetahaun normatif, tergantung kepada pertimbangan nilainya.
Untuk
menentukan berbagai objek dari ilmu-ilmu pendidikan itu tergantung kepada apa
yang ditegaskan mengenai arti dari “mendidik”. Dalam hal ini pengukurannya
menggunakan saatu norma.
Selain itu
ada juga pembagian ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat
teoritis dan praktis. Ilmu pendidikan teoritis dibagi menjadi ilmu mendidik
sistematis, historis dan praktis.
Ilmu
pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris, rohani dan rormatif yang diangkat
dari pengalaman (emiris) pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk
kemudian digunakan secara praktis.[7]
Sebagai ilmu
yang berdiri sendiri, maka ilmu pendidikan termasuk kepada ilmu yang baru saja
berkembang; padahal secara praktis, proses pendidikan telah dimulai sejak
manusia ada.
Tabel 1. Pembagian Ilmu Pengetahuan
- B. Ilmu
Pendidikan Sebagai Ilmu yang Normatif
Secara
singkat ilmu pendidikan sebagai ilmu yang normative, alasannya karena ilmu
pendidikan berdasar atas pemilihan antara yang baik dan sebaliknya untuk anak
manusia secara husus dan manusia secara universal.
Kenapa
normatif, karena ilmu pendidikan senantiasa berurusan dengan pertanyaan yang
singkat, siapa manusia itu?.
Secara umum
pembahasan mengenai manusia itu ada pada bidang filsafat, yaitu filsafat
antropologi. Pandangannya tentang manusia ini sangat besar penaruhnya terhadap
konsep-konsep pendidikan dan praktek-praktek pendidikan. Pandangan filsafat
dapat menentukan dilai-dilai luhur yang dipegang teguh oleh pendidik mau pun
bangsa yang mau atau sedang melaksanakan pendidikan. Nilai-nilai yang dipegang
teguh itu dijadikan suatu norma-norma untuk menentukan cirri manusia yang
diharapkan melalui praktek pendidikan. Sebenarnya nilai itu tidak hanya didapat
dari praktek mendidik (pengalaman) saja, tapi juga bersumber dari norma-norma
masyarakat, norma filsafat, pandangan hidup (way og life) dan juga dari norma
agama.
Penjelasan
mengenai system nilai yang menjadi norma bagi pendidikan, dapat kita cermati
kisah sejarah berikut;
- Kisah Yunani
Tujuan
pendidikan Yunani yakni pembentukan rakyat yang kuat jasmaninya. Mereka
berpandangan bahwa manusia adalah mahluk bermain (homo ludens). Mereka
berpandangan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan utama karena mensana
incorpore sano العقلالسليمفىالجسمالسلبم. Orang Yunani
berpandangan demikian, dapat diketahui latar belakangnya; mereka berada di Negara
yang sering mengalami ketegangan dengan Negara lain, sehingga perlu solusinya,
untuk itu mereka harus kuat jasmaninya.
Dari kisah
sejarah tadi dapat dipahami bahwa system nilai yang menjunjung tinggi aspek
jasmani telah memberikan corak normative tersendiri terhadap system pendidikan
Yunani.
- Kisah Rasionalisme; pengaruhnya
terhadap Eropa Barat
Pandangan
manusia menurut mereka adalah mahluk berfikir (homo sapiens). Akal dijadikannya
pangkal tolak. Rakyatnya sangat menjunjung akal, baik akal teoritis maupun
praktis. Dengan akal, manusia menghasilkan pengetahuan. Dengan pengetahuan maka
manusia dapat berbuat baik dalam arti sempurna.
Untuk contoh
konkrit, Rene Descartes dengan metode kesangsiannya Cogito Ergo Sum (saya
berfikir karena saya ada); sebab saya sadar saya ada, maka berarti ada yang
meng-ada-kan saya, dan yang mengadakan itu adalah sempurna, maka apa-apa yang
diciptakannya adalah sempurna.
Dari faham
ini dapat dikatakan bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa. Ini merupakan aksioma: implikasi pendirian ini bahwa
pendidikan ini sangat menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal
rasio.
John Locke
(bapaknya) empirisme yang sangat mementingkan pengaruh pendidikan atas dasar
teori tabularasa (anak lahir secara fitrah).
Dari
contoh-contoh ini dapat dilihat bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi
norma, seperti tadi pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksanaan
pendidikan.
- Kisah John Dewey
John Dewey
dengan pragmatism (etika utilitarisme, ilmu jiwa behaviorisme). Diketahui
normanya terletak pada; kebenaran itu terletak pada kenyataan yang praktis. Apa
yang berguna bagi diri itu adalah benar, segala yang sesuai dengan praktek
itulah yang benar.
Pandangan
John Dewey ini sangat berpengaruh dalam psikologi dan dapat menghasilkan
berbagai metode mendidik dengan cara mendrill dan latihan yang akhirnya
menghasilkan manusia sebagai mesin yang berdasar response terhadap stimulus.
Dari
kisah-kisah di atas Nampak jelas bahwa nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam
pandangan manusia seseorang atau suatu bangsa itulah yang dijadikan norma atau
criteria untuk mendidik. Norma-norma ini biasanya tergambar dalam tujuan pendidikan.
Dengan
demikian ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan yang mendidik dengan
tujuan. Tujuan itu ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang
atau bangsa, adapun nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif.
Maka dari itu ilmu pendidikan dikatakan sebagai ilmu yang bersifat normatif.
Adapun
al-qur’an memuat nilai-nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam
adalah sebagai berikut;
- I’tiqodiyah yang berkaitan
dengan iman kepada rukun iman yang 6, bertujuan sebagai piñata kepercayaan
individu
- Khuluqiyah yang berkaitan
dengan pendidikan etika, tujuannya membersihkan diri dari prilaku rendah
dan menghiasi diri dengan prilaku mahmudah
- Amaliyah yang berkaitan dengan
pendidikan tingkah laku sehari-hari; baik yang berhubungan dengan muamalah
atau pun ibadah.
- Pendidikan ibadah yang memuat
hubungan antara manusia dengan tuhannya, seperti sholat, puasa, zakat,
haji dan nadir; yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah
- Pendidikan muamalah yang
memuat hubungan antar manusia, baik secara individual maupun
institusional.
- Pendidikan
syahsyiyah seperti prilaku individu (masalah pernikahan), hubungan
suami-istri, keluarga serta kerabat dekat; bertujuan untuk membentuk
keluarga sakinah dan mawadah warohmah.
- Pendidikan
madaniyah yang berhubungan dengan perdagangan seperti upah, gadai,
kongsi dan sebagainya; bertujuan untuk mengelola harta benda atau hak
individu.
- Pendidikan
jana’iyah yang berhubungan dengan pidana atau pelanggaran yang dilakukan;
bertujuan untuk memelihara kelangsungan kehidupan manusia, baik
berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun hak individu lainnya.
- Pendidikan
murofa’at yang berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi maupun
sumpah; betujuan untuk menegakkan keadilan di antara anggota masyarakat.
- Pendidikan
dusturiyah yang berhubungan dengan undang-undang Negara yang mengatur
hubungan antara rakyat dengan pemerintah atau Negara; bertujuan untuk
stabilitas bangsa Negara.
- Pendidikan
duwaliyah yang berhubungan dengan tata Negara, seperti tata Negara
Islam/ non-islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, hubungan muslim
satu Negara dengan yang lainnya; bertujuan untuk perdamaian dunia.
- Pendidikan
iqtishodiyah yang berhubungan denan perekonomian individu dan Negara,
hubungan miskin dan yang kaya; bertujuan untuk keseimbangan atau
pemerataan pendapatan.
- C. Ilmu
Pendidikan Sebagai Ilmu yang Teoritis dan Praktis
Ilmu
pendidikan tidak hanya mencari pengetahuan deskiriptif tentang objek
pendidikan, tetapi juga mencari pengetahuan bagaimana caranya agar berguna bagi
objek didiknya.
Dilihat dari
maksud dan tujuannya, ilmu pendidikan disebut sebagai ilmu yang praktis karena
ditujukan kepada praktek-praktek dan perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya.
Namun walaupun ilmu pendidikan ditujukan pada peaktek mendidik, tetapi perlu
dibedakan antara ilmu pendidikan sebagai ilmu bersifat teoritis dan ilmu
pendidikan sebagai ilmu bersifat praktis.
Dalam ilmu
pendidikan teoritis dibagi lagi menjadi ilmu pendidikan sistematis dan ilmu
pendidikan historis.
- Ilmu Pendidikan Teoritis
Ilmu
pendidikan teoritis para ahli dalam pemikirannya mengatur dan mensistemkan
berbagai masalah yang tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan. Caranya dari
berbagai praktek pendidikan disusunlah suatu pemikiran-pemikiran secara
teoritis. Pemikiran teoritis ini kemudian disusun menjadi satu system
pendidikan. inilah yang dimaksud dengan ilmu pendidikan teoritis (sistematis).
Teoritis sama saja dengan sistematis.
Ilmu
pendidikan sistematis memberikan suatu pemikitan-pemikiran secara tersusun dan
lengkap tentang masalah-masalah pendidikan. ilmu pendidikan sistematis ini
membahas semua permasalahan pokok dalam pendidikan secara universal, abstrak
dan objektif (pendapat Langeveld).
Pendidikan
sistematis ini sangat berkatian dengan sejarah pendidikan. sejarah pendidikan
berisikan tentang berbagai uraian yang terakhir menganai system-sistem
pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang kebudayaan yang sangat
berpengaruh pada waktu itu.
Seberapa
besar keterkaitan atau sumbangan sejarahpendidikan terhadap teori pendidikan
maupun praktek pendidikan? untuk mengetahuinya kita ikuti kisah berikut;
Di jaman
Yunani kuno ada aliran Stoa, salah seorang pengikutnya bernama Epiktetos. Dia
adalah seorang yang berlatar belakang budak, ia berusaha untuk tetap membela
teori sikap kolektivisme. Apabila teori Epiktetos ini benar, berarti ia tidak
mengakui perbedaan manusia. Tetapi dia dengan tegas tidak menyatakan perbedaan
dalam derajat. Menurutnya walaupun ada persamaan secara lahir, tetapi dalam
derajat rohaniyah kita perlu mengakui bahwa ada perbedaan. Dengan kata lain
bahwa walaupun Epiktetos mengatakan semua anak manusia itu sama derajat dan
martabatnya, tapi perlu diakui bahwa tiap anak manusia terdapat perbedaan yang
khas. Menurut dia, kata ‘persamaan’ tidak bole diartikan sebagai kesamaan lair,
tapi perlu diperhatikan lagi dimana letak konkrit kesamaannya. Sebaliknya harus
berhati-hati dalam kesamaan itu, keduanya harus silang dalam kenyataan atau
dikatakan harus ada keseimbangan dalam menerangkan kedua prinsip itu.
Dari kisah
sejarah pendidikan ini terlihat secara jelas bahwa pandangan-pandangan teoritis
yang tersusun dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan
selanjutnya (yang baru).
Kesimpulannya
bahwa terlihat ilmu pendidikan sistematis mendahului ilmu pendidikan historis,
tetapi ilmu pendidikan historis ini memberikan bantuan dan menjadikan bahan
untuk memperkaya ilmu pendidikan sistematis. Teori-teori yang ditemukan (baik
dari ilmu sistematis maupun historis) keduannya membantu para pendidik agar
selalu waspada dan hati-hati dalam praktek-praktek pendidikan.
Ilmu
pendidikan historis memberikan uraian-uraian teoritis tentang system-sistem
pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang kebudayaan dan
filsafat yang berpengaruh pada jaman itu.
Ilmu
pendidikan historis mempunyai hubungan timbale balik dengan ilmu pendidikan
sistematis. Sebaliknya ilmu pendidikan sistematis akan dibangkitkan untuk
masalah pendidikan yang baru apabila ilmu ini terbuka untuk menerima
bahan-bahan dari ilmu pendidikan historis, tetapi bila dibandingkan antara
keduanya maka yang sistematislah yang primair karnea penuturan yang sistematis
harus lebih dahulu untuk memungkinkan penyusunan ilmu historis.
Para
pendidik yang genial sebenarnya memakai teorinya
tersendiri, walau teroi itu belum disadari atau belum disistematiskan. Seorang
pakar ilmu pendidikan J.M. Gunning pernah berkata bahwa teori tanpa praktek
adalah baik untuk para cendikia, dan praktek tanpa teori hanya ada pada
orang-orang yang gila da para penjahat. Maka dari itu para pendidik perlu suatu
teori dan praktek yang berjalan bersama-sama (saling).
Ilmu
pendidikan adalah suatu ilmu pendidikan yang memerlukan pemikiran teoritis,
kenapa?
- Tiap-tiap pendidik akan
mendengarkan kritik-kritik, catatan-catatan, sumbangan pemikiran dari para
ahli. Pendidik akan mulai memikirkan secara kritis tindakan-tindakan dalam
perbuatan mendidiknya (ia bis belajar dari catatan dan kritik saran orang
lain). J.M Gunning pernah berkata bahwa mempelajari ilmu pendidikan
berarti mengubah diri sendiri menjadi orang lain, karena ada pemikiran
teoritis tentang tindakan mendidik itu sendiri, sehingga dianggap bahwa
teori itu diperlukan.
- Salah satu masalah yang
dianggap perlu pemikiran teoritis adalah apakah anak peserta didik itu
perlu untuk berkembang, perlu berapa jauh lingkungan pendidikan, potensi
kreatifitas peserta didik berkembang. Pemikiran yang mendasar ini selalu
dibicarakan dari abad-ke adab. Hal-hal ini memerlukan pemikiran teoritis.
Bertolak pula dari kenyataan praktek pendidikan pada jaman tersebut.
- Ketika kita membaca rumusan
tujuan pendidkan dari jaman ke jaman, akan kita dapatkan gambaran
bagaimana caranya orang memperagakan suatu gambaran ideal tentang manusia
dan masyarakat yang diharapkan. Setiap saat tujuan pendidikan itu
berpindah dan berbeda-beda; suatu saat orang menghendaki tujuan
pendidikannya membentuk rakyat yang kuat seperti terjadi di Yunani, suatu
saat tujuan pendidikannya membentuk manusia yang baik yang mengabdi pada
Negara, suatu saat tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang baik
yang dipersiapkan (kehidupan di dunia-akhirat), suatu saat orang
menekankan kebebasan manusia sebagai individu dan lain pihak menghendaki
kepentingan bersama, pada suatu saat orang menginginkan keseimbangan
antara individu dan kepentingan bersama.
- Pendidikan perlu jangka waktu
yang panjang, sebab pendidikan bercorak perbuatan pendidkan. Dalam perbuatan,
biasanya orang bisa melihat dan men-cek hasilnya segera. Hasil pendidikan
itu baru dapat dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti hasil
pendidikan itu orang harus melihat bagaimana cara bertindak, mendidik dan
bagaimana cara hidup anak di masa dewasa nanti.
Kesimpulannya
bahwa pendidik ini memerlukan; 1 status dia sebagai pendidik, 2 tahu tujuan
pendidikan, 3 tahu peserta didiknya, 4 tahu cara dan metode mendidik yang
sesuai jenjang perkembangan anak yang selanjutnya membawanya pada pencapaian tujuan
pendidikan, 5 tahu martabat manusia secara umum (dijelaskan dalam antropologi
pendidikan).
Dari
penjelasan ini dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan memerlukan pemikiran
teoritis, yakni perlu pemikiran yang tersusun secara teratur dan sistematis.
- Ilmu Pendidikan Praktis
Ilmu
pendidikan praktis memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan-ketentuan
pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik. Ilmu pendidikan
praktis ini menempatkan diri di dalam situasi pendidikan dan mengarahkan diri
pada perwujudan/ realisasi dari ide-ide yang dibentuk dan dari
kesimpulan-kesimpulan yang diambil.
Menurut
Langeveld dalam bukunya dikatakan bahwa praktek yang tidak dibimbing oleh
hipotesa atau teori-teori tertentu, maka akan berakhir sebagai pemborosan dana,
tenaga dan waktu karena hanya didasarkan pada percobaan yang tidak terarah dan
tidak menentu.
Sebenarnya
praktek dapat mengubah teori atau dengan kata lain apabila pakta tida sesuai
dengan teori, maka teori itu mesti diubah. Jadi pakta ini dapat memperkaya
teori.
Kesimpulannya
antara teori dan praktek harus saling mengisi. Teori tanpa praktek seperti
kompas yang di pendam. Sebaliknya bila praktek tanpa teori seperti kapal
berlayar tanpa radar.
Dari ilmu
pendidikan praktis dapat dihasilkan ilmu-ilmu seperti pendidikan social,
keluarga, luar biasa, agama, dan lainnya.
Tabel 2. Pembagian Ilmu Pendidikan
Teori dan Praktek dalam Pendidikan Islam
Pengkajian
bahan-bahan yang didapat dari proses empiris, baik itu penelitian kualitatif
atau kuantitatif, sangat memerlukan pendalaman dan pengulasan teori yang
dikembangkan.
Intinya
antara teori (ilmu pendidikan islam) dan fakta yang berkembang dalam lapangan
empiris mesti saling berkaitan. Adapun keterkaitannya meliputi;
- Teori menetapkan adanya
hubungan dari fakta yang ada
- Teori mengembangkan system
klarifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
Perlu
dilihat bahwa fakta alam yang ada disekitar kita tidak menyediakan system yang
siap pakai untuk pengklasifikasian objek keilmuan yang berupa fakta dan
kejadian-kejadian, metode dan sebagainya; manusia itulah yang bertindak sebagai
pengatur dan merumuskannya sehingga menjadi bermakna dan berguna bagi dirinya.
- Teori harus mengikhtisarkan
fakta-fakta, oleh sebab itu sbuah teori mesti mampu menerangkan sejumlah
besar fakta.
- Teori harus dapat meramalkan
fakta. Karena salah satu tugas dari sebuah teori adalah dapat meramalkan
kejadian-kejadian sebelum terjadi.
Antara teori
dan praktek di satu pihak harus saling berhubungan, di lain pihak harus
dikembangkan melalui kegiatan penelitian sebagai sarana memperkaya dan
mengoreksi konsep-konsep operasional pendidikan tersebut.
Karena
melihat bahwa ilmu pendidikan Islam bersifat teoritis dan praktis, maka agar
keduanya bercorak ilmiyah- harus ada usaha sistematisasi yang tersusun baik
sehingga mampu memberikan deskripsi tentang fakta/ data dari pengalaman dalam
pengertian yang sederhana mungkin.
Agar corak
teoritis dari keilmuan kependidikan Islam itu tidak berkurang, maka teori-teori
yang dirumuskan itu lahir dari hipotesa-hipotesa yang dianalisis melalui proses
pemikiran yang sifatnya deduktif dan induktif serta analisis-sintesis. Suatu
fakta atau pengalaman yang relevan merupakan bahan-bahan analisis yang
dijadikan pembuktian atas kebenaran hipotesis tersebut.
Ilmu
pendidikan Islam teoritis juga mengandung watak dan cirri praktis. Watak dan
cirri ini tidak perlu ada pemisahan antara bersifat teoritis dan yang praktis,
keduanya telah mencakup dalam pengertian ilmu itu sendiri. Teori tanpa praktek
tidak akan bermakna, praktek tanpa teori adalah kabur.
- Teori harus menunjukan kebutuhan-kebutuhan untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut.
Poin-Poin
Penjelasan Ilmu Pendidikan bersifat Normatif
- Sebagai ilmu pengetahuan
normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau
ukuran tingkah laku, perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan manusia. Atau
ilmu pendidikan bertugas merumuskan peraturan-peraturan tentang tingkah
laku perbuatan makhluk yang bernama manusia dalam kehidupan dan
penghidupannya.
- Sebagai ilmu pengetahuan
praktis, tugas pendidikan atau pendidik/ guru adalah menanamkan
system-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada
dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik
dalam suatu masyarakat.
- Sesuai dengan kenyataan di
atas, ilmu pendidikan erat hubungannya dengan ilmu filsafat dan ilmu
pengetahuan normative lainnya yang dalam sejarah perkembangan merupakan
bagian dari yang tak terpisahkan dan baru pada abad modern ini memisahkan
diri sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri yang dinamai Filsafat
Pendidikan pada tahun 1908 M.
- Ilmu pengetahuan yang dapat
dimasukan kepada ilmu pengetahun normative meliputi; agama, filsafat
dengan cabang-cabangnya (metafisika, etika, estetika, logika), way of life
sosial masyarakat, kaidah pundamental Negara maupun tradisi kepercayaan
bangsa.
- Bahwa agama, filsafat dengan
cabangnya serta istilah yang ekuifalen lainnya menentukan dasar-dasar dan
tujuan hidup yang akan menentukan dasar dan tujuan pendidikan manusia, dan
selanjutnya akan menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan
dan penghidupannya.
- Bahwa dalam perumusan
tujuan-tujuan altimit dan proksimit, pendidikan akan ditetapkan hakikat
dan sifat hakikat manusia dari segi-segi pendidikan yang akan dibina dan
dikembangkan melalui prose pendidikan sebagaimana yang tercantum/
dirumuskan dalam system pendidikan (science of education).
- Bahwa system pendidikan atau
science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan,
tekhnik-tekhnik dan atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran yang
di mana akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan, dan ini meliputi
problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik pendidikan,
sampai kepada seni mendidik (the art of education).
- Isi moral pendidikan atau
tujuan intermidit adalah berisi perumusan norma-norma atau nilai-nilai
spiritual etis yang akan dijadikan system nilai pendidikan dan atau
merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan yang berlaku disegala
jenis dan tingkat pendidikan.
- Bahwa wajar setiap manusia
mempunyai filsafat hidup atau kaidah-kaidah berpikir dan pikiran tentang
kehidupan dan penghidupannya, maka suatu keharusan agar setiap pendidik
dan gurumemiliki dan membina filsafat pendidikan yang menjadi pedoman
dalam pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajarannya, baik di dalam maupun
di luar lembaga pendidikan formal sekolah yaitu di dalam masyarakat.
- Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normative dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakaikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, system pendidikan yang meiputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi pengajarannya, pola-pola kaulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
- D.
Faktor-faktor Pendidikan
Unsure pokok
yang tersusun dalam pemikiran teoritis (gambaran manusia yang diharapkan)
antara lain; 1 yang menyangkut tujuan pendidikan. Gambaran manusia yang
bagaimana yang menjadi norma, dalil asasi antropologi yang memungkinkan
terjadinya proses mendidik, 2 siswa, 3 guru, 4 alat-alat pendidikan dan 5 alam
milieu.
- Tujuan pendidikan
Kalau di
Indonesia, manusia yang diharapkan dari pendidikan adalah menjadi manusia
pancasilais. Manusia pancasilais ini dijabarkan kembali dalam rumusan tentang
gambaran manusia seperti rumusan tujuan pendidikan nasional yang tertulis pada
ketetapan MPR nomor IV/MPR/1987 tentang pendidikan.
Untuk
mewujudkan itu, maka melalui pendidikan formal di sekolah didirikan
jenjang-jenjangnya, mulai dari Taman Kanak-kanak/ Raudhatul Athfal, Sekolah
Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Umum/ Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah, Perguruan Tinggi/ Jami’ah Ulya. Tiap jenjang
ini mempunyai sub tujuan sendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Rumusan
tujuan pendidikan biasanya terdapat dalam kurikulum tiap jenjang sekolah atau
dikenal dengan tujuan institusional.
Setelah
tujuan institusional, selanjutnya tujuan kurikuler yang selanjutnya dijabarkan
menjadi tujuan instruksioal umum yang kemudian disusunlah pokok-pokok bahasan.
Tiap-tiap
guru mempunyai kewajiban untuk menyusun tujuan instruksional khusu. Jadi secara
berurutan dalam kurikulum biasanya kerangka berfikir tergambar dengan jelas
dengan tujuan-tujuan berikut;
- Cita-cita nasional (alinea dua
pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
- Tujuan nasional (alinea empat
pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
- Tujuan pembangunan nasional
(TAP MPR no. IV/MPR/1978 tentang bidang pendidikan)
- Tujuan institusional (tiap
jenjang sekolah)
- Tujuan kurikuler
- Tujuan instruksional umum
- Tujuan instruksional khusus.
Secara
teoritis, tujuan pendidikan dapat dibagi menjadi enam (menurut Langeveld);
tujuan umum/ akhir, tujuan tidak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan,
tujuan perantara (intermediaair). dijelaskan di bahasan selanjutnya.
- Siswa
Tujuan
hakiki dalam pendidikan adalah objeknya, yaitu siswa. Siswa ini ingin menjadi
manusia yang diharapkan. Gambaran manusia yang diharapkan ini ada dalam tujuan
pendidikan yang mesti sesuai dengan gambaran anak, hakikatnya (sebagai mahluk
susila), perkembangan jiwanya. Dalam hal ini pendidik mesti mempelajari
psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Dan yang
perlu diketahui bahwa tiap anak itu tidak sama, jadi guru harus bisa memahami
proses pengidentifikasian siswa.
Adapun
penentu tanggung jawab pendidikan anak adalah; orang tuanya dan penggantinya
bila orang tua tidak ada, guru (karena sebagai jabatan pendidik), masyarakat,
tokoh agama dan penentu lainnya.
Crow
&Crow usia perkembangan meliputi; usia kronologis, usia kejasmanian, usia
anatomis, usia kejiwaan, usia pengalaman dan lainnya. Inilah yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam mendidik, harus bisa mengetahui perkembangan
anak-anak didikanya.
Adapun
factor perkembangan manusia (siswa) dapat kita amati tiga pakar berikut;
- Factor keturunan yang dibawa
oleh Scopenhauer dengan nativismenya mengatakan bahwa anak sejak lahir
sudah memiliki berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut
arahnya, perkembangan yang di bawa mereka bisa baik bisa juga buruk.
Pembawa pendapat ini disebut juga kelompok pesimis.
- Factor lingkungan yang dibawa oleh John Lock dan Francis Bacon dengan empirismenya bahwa anak dilahirkan dalam keadaan kosong (bagai kertas putih). Anak akan mengalami perkembangan dengan melalui pengalaman (empiris) yakni melalui lingkungan. Kelompok ini disebut juga kelompok optimis.
- Tetapi karena kita ketahui
sekarang bahwa antara factor keturunan dan factor lingkungan mempunyai
hubungan yang berkatian. Pendapat ini dikenal dengan pendapat konvergensi
(penyatuan poin a dan b) yang dibawa oleh William Stern. Ini sesuai dengan
sabda nabi Muhammad saw berikut;
حَدَّثَنَاآدَمُحَدَّثَنَاابْنُأَبِىذِئْبٍعَنِالزُّهْرِىِّعَنْأَبِىسَلَمَةَبْنِعَبْدِالرَّحْمَنِعَنْأَبِىهُرَيْرَةَ – رضىاللهعنه – قَالَقَالَالنَّبِىُّ – صلىاللهعليهوسلم – « كُلُّمَوْلُودٍيُولَدُعَلَىالْفِطْرَةِ،فَأَبَوَاهُيُهَوِّدَانِهِأَوْيُنَصِّرَانِهِأَوْيُمَجِّسَانِهِ،كَمَثَلِالْبَهِيمَةِتُنْتَجُالْبَهِيمَةَ،هَلْتَرَىفِيهَاجَدْعَاءَ
- Guru
Salzman
tokoh guru jaman Aufklarung/ pencetakan sering menulis buku tentang pendidikan
yang mengambil contoh-contoh hidup dari binatang. Bukunya berjudul Buku Semut,
Buku Kepiting dan lainnya.
Di kisah
bukunya (kepiting) ada seekor induk kepiting dan anaknya mengikuti; induknya
berkata: ‘nak, ikut ibu’, anaknya jawab: iya bu, saya memang ikut jalannya ibu,
ibu jalan seperti itu, maka saya juga demikian.
Dari anekdot
ini dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik punya pengaruh besar sebagai
uswatun hasanah bagi siswanya. Ia harus tahu siapa dirinya (pendidik), ia mesti
tahu konsep diri, ide tentang diri, identitas diri sebagai guru.
Sokrates
mengatakan bahwa kenalilah dirimu sendiri. Bila telah kenal, ia akan sadar
kelebihan dan kelemahannya seperti guru mengucapkan kata “eu” sebanyak 40 kali.
Sadar akan diri sendiri menjadi permulaan dari kemungkinan untuk mampu mendidik
orang lain.
- Alat pendidikan
Dalam
menggapai tujuan pendidikan, perlu alat-alat pendidikan yang saling
berpasangan; perintah-larangan, dorongan-hambatan, nasihat-anjuran,
hadiah-hukuman, membuka kesempatan-menutup kesempatan.
Jadi alat
pendidikan adalah perbuatan yang diadakan sengan sengaja untuk mecapai tujuan
pendidikan.
Crow &
Crow maksud dari alat pendidikan (media) meliputi rencana-rencana kelas,
bangku, papan tulis, projector, ruangan dan alat-alat jasmani lainnya.
Penggunaan
alat pendidikan mesti sesuai dengan tujuan, keadaan siswa, situasi pendidikan
dan lingkungan pendidikan.
Target dari
alat pendidikan sebagai pembantu pencapaian tujuan pendidikan meliputi; apa
yang hendak ditujunya (dengan alat apa), alat-alat yang mana yang ada, guru
mana yang akan memakai alat ini, kepada siswa mana menggunakan alat ini (jenisk
kelaminnya, umurnya, bakatnya, perkembangannya, lingkungannya). Intinya tiap
anak didik berbeda, tidak dengan alat yang sama dapat membantu tujuan
pendidikan.
- Lingkungan
Factor alam
atau milie ini adalah segala sesuatu yang ada disekeliling siswa. Para ahli
membagi ala mini menjadi; lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Ketiganya saling keterkaitan tidak bisa memisah, ia harus sebagai mata rantai
yang selalu berputar bekerjasama satu sama lain.
Ada juga
sebagian pendidik yang membagi milieu ini menjadi; wujud manusia (keluarga,
teman main/ sekolah, tetangga), wujud kesenian (macam pertunjukan, bioskop,
wayang, overa), kesusastraan (buku bacaan, majalah, koran, tabloid), tempat
(tempat tinggal, iklim).
Kesemuanya
ini mempunyai pengaruh pada perkembangan jiwa siswa dalam upaya menuju pada
tujuan pendidikan.
- E.
Tujuan Pendidikan (versi M.J. Langeveld) dan para Pakar
Langeveld
membagi tujuan dari pendidikan menjadi enam;
- Tujuan Umum/ Akhir/ Lengkap
Tujuan akhir
pendidikan adalah membawa anak dengan sengaja dan penuh tanggung jawab kea rah
kedewasaan jasmani dan rohani.
- Tujuan Khusus
Tujuan ini adalah
penjabaran tujuan umum. Tiap anak pasti berbeda, dan tujuannya tergantung pada
kejadian; tergantung sifat dan bakat anaknya, kemungkinan dalam keluarga dan
lingkungan anaknya, tergantung tujuan kemasyarakatan siswanya, tergantung
kesanggupan gurunya dan tergantung pada kinerja lembaga pendidikan.
- Tujuan Seketika/ Insidentil
Tujuan ini
merupakan tujuan tersendiri yang sifatnya seketika/ momentil. Contoh guru
mengajak siswa makan bersama. Guru dengan tanpa mengatakan pada siswa, ia ingin
melatih siswa supaya makan dengan tertib-teratur. Tapi beda waktu guru mengajak
lagi makan dengan tanpa tujuan mendidik apapun (hanya makan saja).
- Tujuan Sementara
Tujuan ini
dikenal dengan jeda istirahat untuk siap-siap pada tujuan umum. Contoh seperti
belajar bicara, membaca yang akan membantu dalam perkembangannya. Ketika hendak
mengajar, guru mesti tahu tingkat kepekaan siswa.
- Tujuan tidak Lengkap
Tujuan ini
mempunyai hubungan dengan aspek kepribadian manusia, sebagai fungsi kerohanian
pada bidang etika, agama, estetika, sikap socialnya.
- Tujuan Perantara/ Intermediaair
Tujuan ini
persis seperti tujuan sementara, tapi ini khusus pada pelaksanaan tekhnis tugas
belajar, contoh belajar membaca, menulis yang seolah-olah terlepas dari tujuan
akhir, seakan-akan belajar mengeja tidak lagi terikat pada pandangan hidup
tertentu. Tapi itu keliru, hubungannya sangat erat dengan tujuan akhir/ umum
pendidikan.
Undang-undang
Dasar Sispenas. 20 2003
Menurut
Undang-undang Sispenas. 20 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikannya adalah
untuk pengembangan potensi diri agar memiliki kekuatan spiritual agama, kendali
diri, punya kepribadian, cerdas, berakhlak mulia, memiliki keterampilan
yangdiperlukan baik untuk dirinya, bangsa, agama dan Negara.
Dapat kita
katakana bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa/ guru untuk mengambil
kendali perkembangan potensi jasmani dan rohaninya ke arah manusia karim.
Socrates
berpendapat bahwa tujuan manusia dalam hidupnya adalah mengenali diri pribadi.
Ia menganjurkan supaya hidup dengan jiwa sehat, bersusila, dan berbahagia.
Plato (siswa
Sokrates) berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah mencapai keadilan dalam
suatu Negara dengan dipimpin oleh raja yang bijaskana. Dalam Negara itu tiap
orang harus berbuat menurut kecakapan dan bakatnya mencampuri perkara orang
lain.
Raden Van
Ryan berpendapat bahwa tujuan pendidikan (katolik) to know God and to enjoy
eternal happiness with Him in Heaven (mengetahui tuhan dan hidup bahagia di
dunia-akhirat).
Kohnstamm
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menolong manusia yang sedang
berkembang, supaya memperoleh perdamaian batin yang sedalam-dalamnya, tana
mengganggu dan menjadi beban orang lain.
Arifin
berpendapat bahwa tujuan pendidikan (islam) adalah mencapai kebahagiaan
kehidupan dunia dan akhirat, dan untuk beribadah kepada Allah swt. Seperti
tertera dalam al-Qur’an.
$tBuràMø)n=yz£`Ågø:$#}§RM}$#urwÎ)Èbrßç7÷èuÏ9 (الداريات: 56)
Oßg÷YÏBur`¨BãAqà)t!$oY/u$oYÏ?#uäÎû$u÷R9$#ZpuZ|¡ymÎûurÍotÅzFy$#ZpuZ|¡ym$oYÏ%urz>#xtãÍ$¨Z9$# (البقرة:201)
Paul
haberlin (aliran haberlin) berpendapat bahwa tujuan pendidikan cakap batin
supaya dapat memenuhi kewajibannya, tugas hidupnya, dan tujuan hidupnya.
John Dewey
(aliran pragmatis) berpendapat bahwa tujuan umum pendidikan adalah memenuhi
proses hidup. Tujuan hidup ini dapat berubah sesuai pengalaman dan pendidikan,
memperbaiki filsafat hidup. Artinya suatu tujuan hanya dapat dicapai dengan
bersama (dicapai dengan jalan hidup dan berdemokrasi).
Langeveld
(aliran fenomenologi) berpendapat bahwa tujuan pendidikan tercapainya
kedewasaan.
Sikun
Pribadi berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah psycho hygience (sehat
jiwa). Kesehatan jiwa ini mutlak untuk produktif, kreatif, progresif. Psycho
hygience berbeda dengan mental hygience yang menitik beratkan pada bagian
rohani saja, sedangkan psycho hygience sebagai totalitet psycho hygience/
psycho somatic. Psycho hygience adalah keadaan jiwa yang dapat menyeimbangkan
antara kepribadian dengan perasaan bersatu dengan seluruh hidup kejiwaannya
Indonesia
memberikan pedoman filsafat pancasila sebagai cita-cita pendidikan bangsa yang
mesti dilaksanakan dan diusahakan dalam pendidikan Indonesia.
- Ketuhanan yang maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan
beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan umum
pendidikan Indonesia sudah tersusun dalam tapMPR 1966 atau sekarang
undang-undang dasar 1945 Sispenas. 20 2003.
- F. Pandangan
Pendidikan menurut Para Pakar
Ki Hajar
Dewantara mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan
berarti daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, pikiran dan
jasmani anak-anak.
D. Marimba
berpendapat bahwa penegertian pendidikan adalah bimbingan atau pimipinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rokhani si terdidik
menuju terbentunya kepribadian yang utama.
Menurut
Carter V. Good dalam ‘Dictionary of Education’, Pendidikan adalah (1) Seni,
praktek, atau profesi sebagai pengajar. (2) Ilmu yang sistematik atau
pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar,
pengawasan dan bimbingan murid.
Menurut
Richey dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to Education’
menyatakan: Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung
jawabnya di dalam masyarakat.
Menurut S.
Brojonegoro pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut : Pendidikan adalah
tuntutan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan dirinya agar dapat
memenuhi sendiri tugas hidupnya.
Menurut
Rupert C.Lodge beranggapan bahwa pendidikan adalah kehidupan dan kehidupan
adalah pendidikan (Education is Life and Life is Education).
Plato
(filosof Yunani) mengartikan pendidikan sebagai upaya membentuk pisik dan akal
anak dengan suatu pendidikan dan mengantarkannya ada kebaikan dan kesempurnaan.
Herbert
Spencer (filosof Inggris) pendidikan adalah upaya menyiapkan manusia untuk
mencapai tingkatan kesenangan dan ketentraman hidup.
Ferdick
Herbert (filosof Jerman) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya mengangkat
martabat dan akhlak manusia.
Aristoteles
(filosof Yunani) pendidikan adalah upaya menyiapkan (membuka) akal manusia
untuk menerima pendidikan sebagai mana bumi siap untuk ditanami.
Jean Jacque
Rosseau (filosof Prancis) mengatakan pendidikan sebagai usaha pembekalan
manusia terhadap jiwa anak yang masih fitrah, dan membekalinya dengan suatu
yang dibutuhkannya ketika tengah dewasa.
James Mill
(filososf Inggris) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memberikan keahlian
kepada anak agar menjadi manusia yang berbahagia, manfaat bagi diri dan orang
lain.
John Stuart
Mill (filosof Inggris) mengatakan bahwa pendidikan adalah segala yang diperbuat
manusia untuk dirinya maupun orang lain, untuk mencapai tujuan kesempurnaan.
Festalozzi
(pakar pendidikan Swiss) mengatakan bahwa pendidikan sebagai upaya mengatasi
problema-problema hidup dan merubah keadaan menjadi sejahtera.
Frobel
(pakar pendidikan jerman) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya mengantarkan
manusia kepada manusia seutuhnya.
William
Chanler Bagley (dosen American Univercity) mengatakan pendidikan sebagai upaya
pembentukan keahlian sehingga mempunyai pengalaman yang menguatkan perbuatannya
untuk menjadi lebih baik dan sempurna di masa selanjutnya
Findlaij
(dosen Manchaster University) mengatakan pendidikan sebagai proses mempengaruhi
anak didik dengan teori-teori dan cara yang telah disusun secara sistematis
untuk dijadikan pola dalam membentuk keluarga, masyarakat, kepemerintahan dan
lainnya sebagai bekal untuk generasi penerusnya agar hidup bahagia.
Raijmaunt
(dosen London University) mengatakan pendidikan sebagai upaya memberikan
pengaruh pada siswa sejak kecil secara khusus dengan sesuatu yang akan ditemui
dalam kehidupan masyarakat social pada waktu yang akan dating, melalui
perantara keluarga, lingkungan, masyarakat dan lembaga.
Langeveld
Pendidikan
ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada
anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari
orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buka,
putaran hidup sehari-hari, dsb) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
John Dewey
Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional kearah alam dan sesama manusia.
J.J Rousseau
Pendidikan
adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan
tetapi kita membutukannya pada waktu dewasa.
Carter V.
Gooda. menyatakan “Pedagogy is the art, practice or profession of
teaching. b. The systematized learning or
instruction concerning principles and methods of teaching and of student
control and guidance, largely replaced by the term education”.
Pendidikan
ialah:
- Seni, praktik, atau profesi
sebagai pengajar
- Ilmu yang sistematis atau
pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar,
pengawasan dan bimbingan murid, dalam arti luas digantikan dengan istilah
pendidikan.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia
Pendidikan
berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi
latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sukardjo dan
Komarudin
Sukardjo dan
Komarudin, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah kumpulan
dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh
kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap dan bentuk perilaku yang bernilai
positif di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada.
Ki Hajar
Dewantara
Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut
beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara (1962) menjelaskan bahwa “Pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, dalam pengertian Taman Siswa
tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang
kita didik selaras dengan dunianya “.
UU No 20
Tahun 2003
Dalam UU NO
20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat.
Pidarte Made
Pidarta Made
(2007: 169) menyatakan pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan
budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya.
Dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan dan enkulturasi.
Tempat terjadinya enkulturasi adalah sekolah, keluarga, dalam perkumpulan
pemuda, perkumpulan olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat kursus dan
latihan.
Dari
beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli tersebut, berbeda
secara redaksional, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau
faktor-faktor yang terdapat didalamnya.
Unsur-unsur
esensial dalalam pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
- Pembinaan (kepribadian),
pengembangan (kemampuan atau potensi diri), peningkatan (pengetahuan)
serta tujuan (kearah mana peserta didik akn diharapakan akan
mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.
- Ada hubungan antara kedua belah
pihak (pendidik dan peserta didik)
- Aktifitas pendidikan berlangsung dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Musthofa
al-Maraghi memberikan definisi pendidikan pada dua; pertama tarbiyah khalqiyah
yakni penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat
dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya, keduanya tarbiyah diniyah
tahzibiyah yakni pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk
wahyu ilahi.
Al-Abrasyi
memberikan pengertian bahwa pendidikan adalah mempersiapkan manusia supaya
hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna budi pekertinya, teratur fikirnya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya,
manis tutur katanya (lisan maupun tulisan)
Crow &
Crow memberikat arti bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam
kegiatan yang cocok bagi individu untun kehidupan sosialnya dan membantu
meneruskan adat dan kebudayaan serta kelembagaan social dari generasi ke
generasi.
Tim Dosen
IKIP Malang mengatakan bahwa pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas
manusia Indonesia agar masing-masing individu dapat berperan secara tepat
sesuai dengan kodratnya dengan pembekalan-pembekalan berikut;
- Keimanan dan ketakwaan pada
Allah swt
- Budi pekerti yang luhur
- Kepribadian yang kuat
- Mandiri
- Keinginan untuk maju
- Ketangguhan
- Kecerdasan
- Kreatifitas
- Keterapmilan
- Disiplin yang tinggi
- Etos kerja yang tinggi
- Profesionalisme yang mantap
- Tanggung jawab yang tinggi
- Produktifitas yang tinggi
- Sehat jasmani dan rohani. (disarikan dari GBHN 1993).
Menurut John
Dewey dalam buku Filsafat Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan adalah proses
pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan
biasa atau pun pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin terjadi secara
sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Prose ini
melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan
kelompok di mana ia hidup.
Horne
mengatakan pendidikan sebagai proses yang terus menerus dari penyesuaian yang
lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Frederick J.
Mc. Donald mengatakan pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat (behavior/ pembawaan) manusia.
M.J.
langeveld mengatakan bahwa pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi
antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan di
mana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
A.D. Marimba
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar yang
dilakukan guru terhadap perkembangan jasmani dan rohani si pendidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
Tetapi pada
akhirnya di Negara Indonesia sendiri mempunyai tujuan pendidikan yakni yang
tertera dalam UU NO 20 tahun 2003 tentang Sispenas. dijelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat.
Adapun
Indonesia memberikan pedoman filsafat pancasila sebagai cita-cita pendidikan
bangsa yang mesti dilaksanakan dan diusahakan dalam pendidikan Indonesia.
Ketuhanan
yang maha Esa
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Persatuan
Indonesia
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan umum
pendidikan Indonesia sudah tersusun dalam tapMPR 1966 atau sekarang
undang-undang dasar 1945 Sispenas. 20 2003.
BAB III
KEIMPULAN
Kesimpulannya
adalah bahwa ilmu pendidikan itu adalah tentang bagaimana cara untuk mendidik.
Sebagai ilmu yang bersifat normatif, maka ilmu pendidikan adalah ilmu yang
mengarah kepada perbuatan mendidik dengan tujuan-tujuan yang ditentukan, dimana
tujuan-tujuan ini ditentukan oleh norma-norma yang dijunjung tinggi oleh
manusia, di mana di dalam proses pendidikan itu sangat berkatitan erat dengan
agama, filsafat, etika, estetika, way of life masyarakat sosial dengan melalui
proses penyusunan teori-teori yang tersusun rapi untuk dilakukan secara praktis
dalam proses pendidikan manusia menuju kepada kepribadian, kesusilaan yang
berupakan ukuran yang bersifat normative untuk mencapai kualitas manusia yang
mendapat gelar manusia seutuhnya, sebagai persiapan bagi generasi-generasi
seterusnya dalam mengisi kemerdekaan dengan manusia-manusia yang pancasilais
dan berbudi luhur sesuai yang tertera dalam amanat Undang-undang Dasar 1945;
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta
memelihara perdamaian dunia dengan meletakan norma-norma di atas segala sikap
yang lain, yang mana dengan pendidikan dapat mengubah keadaan dari primitive
menjadi normatif.
Hasil
pendidikan secara normatif tidak akan tercapai tanapa teori-teori pendidikan
yang dipraktekan secara praktis.
Teori
perkembangan anak yaitu nativisme dengan teori empirisme dipadukan menjadi satu
kesatuan yang disebut teori konvergensi, sehingga menyajikan sifat ilmu
pengetahuan normatif, teoritis dan praktis secara matang dengan sinergitas yang
kokoh.
SARAN
Untuk para
pembaca makalah ini semoga menyajikan kontribusi ilmiyah bagi para pembaca
khususnya dan umumnya bagi siapa pun yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Penulis
sangat terbuka menerima sumbang saran, kritik membangun, manakala dalam makalah
ini terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Tim Dosen
FIP-IKIP Malang. 2003. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Barnadib,
Sutari Imam. 1986. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP Yogyakarta.
Hadikusumo,
Kunaryo., Supratignyo, Titi., Sayuti, Sadjat., Sutarto, Joko., Rifai, Ahmad
RC., Salim, Agus., Budiyono., Buchori, Mochtar. 1996. Pengantar Pendidikan.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Arifin, M.
2006. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mujib,
Abdul. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Interpratama Offset
Yunus. 1999.
Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Citra Sarana Grafika.
Purwanto,
Ngalim. 2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yunus,
Mahmud., Bakri, Muhamad Qosim. 1992. Tarbiyah wa at-Ta’lim. Ponorogo: Darusalam
Press.
Ramayulis.
2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Kalam Mulia
0 Komentar untuk "MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI ILMU YANG NORMATIF, TEORITIS, PRAKTIS"