Wajah system pendidikan islam di Indonesia.
Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan
anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika,
les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan
untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah.
Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak,
namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup
jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak
kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak
kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain
sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain karena, pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan
kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari
anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu?
Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini
bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya
sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita
jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang
politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru
justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan
kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan
antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa
agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa
pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena
buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan
dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga
mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting
artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih
pendidikan karaker itu?
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip
empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus
pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan
karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak
didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan
begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari
luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik
mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak
luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik
dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di
Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti
toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya
memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan
kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi
lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk
melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan
karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan
pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang
hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan
dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang
dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil
keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan
bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara
berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam
kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran.
Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya
diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia
nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
0 Komentar untuk "WAJAH SISTEM PENDIDIKAN ISLAM"