F. Solusi dalam menangani dikotomi dan dulaisme pendidikan di Indonesia
Mengenai persoalam dikotomi, tawaran
Fazlur Rahman, salah satu pendekatannya adalah dengan menerima pendidikan
sekuler modern sebagaimana telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba
untuk “mengislamkan”nya yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu
dari Islam. Lebih lanjut persoalannya adalah bagaimana melakukan modernisasi
pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk produktivitas intelektual Islam
yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual bersama-sama dengan
keterkaiatan yang serius kepada Islam . A.Syafi’i Ma’arif mengatakan bila
konsep dulaisme dikotomik berhasil ditumbangkan, maka dalam jangka panjang
sistem pendidikan Islam juga akan berubah secara keseluruhan, mulai dari
tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi.
Menurut Ramayulis, solusi mengurangi
atau mentiadakan dikotomi dalam pendidikan dengan berpedoman kepada
prinsip-prinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan Islam yaitu keseimbangan
antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, keseimbangan antara jasmani dan rohani
serta keseimbangan antara individu dan masyarakat.
Menurut Kamal Muhamad Isa, kesalahan
utama manusia yang selama ini berlangsung terus menerus adalah adanya pemisahan
antara ilmu dan agama, bahkan agama dianggap sebagai musuh ilmu, penghalang
ilmu, atau paling banter hanya dianggap sebagai pengganti ilmu. Padahal agama
merupakan kerangka dasar dari setiap ilmu pengetahuan dan kebudayaan, yang
menjadi sumber bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu sendiri.
Agama merupakan satu-satu dasar dan sumber yang mengatur seluruh permasalahan
kehidupan manusia. Orang yang belajar al-Quran dengan cermat dan teliti akan
menemukan sebagian ayatnya yang disebut berbagai fakta dan peristiwa sebagai
muqaddimah yang kemudian sampai kepada Allah sebagai suatu keputusan yang
disebut ilmu teory, sementara ayat-ayat yang menyatakan kehidupan merupakan
topik dari ilmu pengetahuan dinamakan ilmu praktis.
Solusi berikutnya adalah
peintegrasian ilmu, sebelumnya marila kita melihat dalam Al-quran kata
ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti
proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi
bahsa berarti kejelasan, karena itu segala yang berbentuk dari akar katanya
mempunyai arti kejelasan.Perhatikan misalnya kata ‘alam (bendera), ‘ulmat
(bibir sumbing), ‘a’lam (gunung-gunung), ‘alamat (alamat), dan
sebagainya.Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun
demikian, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui), a’rif
(yang maha mengetahui) , dan ma’rifah (pengetahuan). Sehingga wajarlah Islam sebagai
agama yang rahmat untuk seluruh alam tidak pernah membedakan ilmu-ilmu agama
dan ilmu-ilmu umum.
Persoalan, pengategorian kelompok
ilmu umum, dan ilmu dalam Islam umumnya muncul lebih dodorong atas kepentingan
politik.Hal ini terlihat menonjol dengan kemunculan alasan akumulasi
kuantitatif wilayah; dan filsafat lebih banyak dipelajari di Negara-negara
barat dan agama dipelajari di Negara-negara timur, maka pertentangan ini
menjadi pertentangan dua kelompok ilmu dengan istilah “Barat” dan “Timur”.
Dalam pandangan Islam, bukan berarti “Barat” kedudukannya lebih tinggi dari
“Timur” atau sebaliknya.
Al-Faruqi menawarkan Islamisasi ilmu
dalam pendidikan Islam, yakni dengan melebur dua sistem pendidikan; tradisional
dan modern, menjadi sistem pendidikan yang berwawasan Islam.Ini dimaksudkan
untuk menghilangkan problem dikotomi sistem pendidikan yang selama ini terjadi
di kalangan umat.Ide ”Islamisasi Ilmu” dalam pendidikan Islam berisikan suatu
prinsip; bahwa keilmuan Barat tidak harus ditolak, artinya perlu diterima,
tetapi harus melalui proses filterisasi yang disejalankan dengan nafas Islami agar
tidak bertentangan dengan pesan al-Quran dan al-Hadits.
Peran islamisasi ilmu dalam
pemecahan problem dikotomi pendidikan islamadalah spirit yang ditawarkan
al-Faruqi dalam rangka memecahkan problem dikotomi pendidikan Islam adalah
Islamisasi Ilmu dalam pendidikan Islam. Menurut al-Faruqi, para akademikus muslim
harus menguasai semua disiplin ilmu modern, memahami disiplin tersebut dengan
sempurna, dan merasakan itu sebagai perintah agama. Setelah itu mereka harus
mengintegrasikan pengetahuan baru tersebut ke dalam keutuhan warisan Islam
dengan melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali, dan penyesuaian
terhadap komponen-komponennya sebagai world view Islam dan menetapkan
nilai-nilainya.
Harus diakui bahwa di era sekarang
keilmuan Islam tertinggal jauh dari Barat. Menolak keilmuan yang datang dari
Barat jelas mengalienasi diri dari perkembangan zaman dan tidak realistis, dan
itu akan semakin membuat umat Islam tertinggal. Sementara menerima keilmuan
Barat yang cenderung sekular secara penuh dikhawatirkan akan menggerogoti
ajaran keislaman yang penuh dengan normativitas. Dengan begitu, tiba saatnya
bagi para cendekiawan Muslim meninggalkan metode-metode asal tiru yang berbahaya
dalam reformasi pendidikan. Menurut al-Faruqi, reformasi ke arah modernisasi
pendidikan Islam hendaklah Islamisasi pengetahuan modern itu sendiri. Jadi tugas umat Islam adalah sama,
meski dengan jangkauan yang luas, dibanding yang dilakukan para leluhur umat
yang mencernakan pengetahuan pada zaman mereka dan menghasilkan warisan Islam
berupa kultur dan peradaban. Setiap disipilin sains sastra, sosial, dan ilmu
alam, harus disusun dan dibangun ulang, diberikan dasar Islam, dan diberikan
tujuan baru yang konsisten dengan Islam.
Setiap disiplin ilmu harus dituang
kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam di dalam metodologi,
strategi, data, problem, tujuan dan aspirasinya.Setiap disiplin ilmu harus
ditempa ulang sehingga mengungkapkan relevansi Islam dengan tiga sumbu
Tauhid.Sumbu pertama adalah kesatuan pengetahuan.Berdasarkan
kesatuan pengetahuan ini segala disiplin harus mencari nilai objektif yang
rasional, yakni pengetahuan kritis mengenai kebenaran.Dengan demikian tidak ada
lagi dikotomi keilmuan; aqli dan naqli atau ilmiah dan dogma.
Sumbu kedua adalah kesatuan hidup.Berdasarkan
kesatuan hidup ini segala disiplin harus menyadari dan mengabdi kepada tujuan
penciptaan. Dengan demikian tidak ada lagi pernyataan bahwa beberapa disiplin
sarat nilai sedang disiplin lain bebas nilai atau netral. Sumbu ketiga adalah kesatuan
sejarah. Berdasarkan kesatuan sejarah ini segala disiplin akan menerima
sifat ummatis atau kemasyarakatan dari seluruh aktivitas manusia, dan
mengambil tujuan umat di dalam sejarah. Dengan demikian tidak ada lagi
pembagian pengetahuan dalam sains yang bersifat individual dan sains yang
bersifat sosial, sehingga setiap disiplin tersebut bersifat humanistis dan
ummatis.
Usaha pendidikan Islam menurut Dr.
Kamal Muhammad Isa seyogyannya menargetkan hasil pendidikan yang akan didapat
oleh para siswanya sebagai berikut:
a. Siswa meyakini konsep ilahi
sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpilah-pilah atau terkotak-kotak yang
merupakan sebuah sistem rabbabi yang sempurna.
b. Siswa harus mampu meyakini bahwa
syariat Islam itu selalu berkaitan dengan naluri manusia.
c. Siswa harus memiliki basis iman
dalam alam pemikiran dan perasaannya, dengan persepsi dasar yang benar dalam
menafsirkan hakikat alam, hubungan dengan penciptanya, serta posisi manusia di
dalamnya.
d. Siswa harus memiliki rasa bangga
kepada agamanya.
e. Hati dan jiwa para siswa harus
saling bertaut dan terikat dengan Khaliqnya.
f. Para siswa memiliki disiplin yang
tinggi dalam menjalani etika riset ilmiah dalam Islam.
g. Mengaitkan jiwa dan hati para
siswa dengan kitabullah.
Solusi dari masalah manajemen
pendidikan menurut Hujair AH Sanaky dengan menawarkan perubahan manajemen
pendidikan ke arah, pertama desentralisasi pengelolaan pendidikan Islam adanya
perubahan paradigma dari orientasimanajemen pemerintahan yang sarwa negara
(state driven) menjadi berorientasi ke pasar, perubahan paradigma dari
orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian menjadi berorientasi pada
demokrasi, perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi
kewenangan, manajemen pemerintahan yang cenderung dipengaruhi oleh tata aturan
global menjadi kebijakan dan aturan pemerintah harus mengakomodasi tata aturan
global.
Kedua, manajemen berbasis sekolah,
apakah pendidikan Islam dapat menerapkan manajemen berbasis sekolah? Menurut
Hujair AH Sanaky karenapendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan nasional
maka harus menerapkan sistem ini meski ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penerapannya yaitu kewajiban sekolah, kebijakan dan
priotitas pemerintah, partisipasi masyarakat dan orang tua, peranan
profesionalisme dan manajerial serta pengembangan profesi. Ketiga manajemen
pendidikan tinggi adalah menekankan kemandirian lebih besar dalam pengelolaan
atau otonomi, untuk dapat menyelenggarakan pengelolaan manajemen perguruan
tinggi Islam yang baik perlu memperhatikan kualitas, otonomi, akuntabilitas
(pertanggungjawaban), evaluasi dan akreditasi.
Problematika juga ada pada sumber
daya pendidikan Islam, dengan rendahnya kualitas tenaga kependidikan padahal
dituntut memiliki sumber daya pendidikan yang berkualitas dan profesional maka
yang harus dilakukan oleh pendidikan Islam adalah adanya program peningkatan
kemampuan sumber daya pendidikan berupa training for trainers .
Aktualisasi pendidikan Islam dalam
masyarakat madani di Indonesia, pada bagian ini Hujair AH Sanaky pembahasannya
lebih difokuskan pada empat hal, pertama upaya pendidikan Islam bagi
pemberdayaan manusia (proses humanisasi) dan masyarakat unggual, kedua upaya
demokratisasi pendidikan Islam, ketiga model-model pendidikan Islam alternative
dan keempat peran pendidikan Islam dalam masyarakat madani Indonesia pendidikan
merupakan proses humanisasi, merupakan proses yang terbuka dimana manusia
diberdayakan dan dioptimalkan potensi (fitrah) bawaannya maka dibutuhkan konsep
pendidikan yang dapat memberi gambaran yang komprehensif dengan menekankan
keharmonisan hubungan baik sesama manusia, masyarakat maupun lingkugan yang
didasarkan pada nilainilai normatif illahiyah.
III. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat
dipahami bahwa pengdikotomian pendidikan di Indonesia terjadi disebabkan oleh
banyak hal.Pertama, dikotomi ini merupakan warisan zaman koloni, yaitu
para penjajah memberikan kebebasan dalam beragama, tapi mereka
setengah-setengah memberikan kebebasan.hal ini terbukti misalnya pemberian
kebebasan menempuh pendidikan hanya dibatasi pada anak bangsawan. Kedua,
Setelah kemerdekaan, dulaisme yang diwariskan pemerintah kolonial Belanda tetap
mengakar dalam dunia pendidikan kita. Pandangan beberapa pejabat yang menangani
bidang pendidikan yang kurang menghargai sekolah-sekolah Islam mendorong
sebagian pemimpin dan pengelola sekolah tersebut berpegang pada sikap semula :
berdiri di kutub yang berbeda dengan sekolah Umum. Ketiga, kondisi riil
dalam Negara kita, yakni adanya persoalan politis antara para pemegang
kekuasaan.
Maka solusi yang harus dilakukan
dalam menghilangkan dikotomi dan dualisme pendidikan di Indonesia sebagai
berikut:
1. Pemahaman atau paradigma
masyarakat tentang pemisahan “ilmu-ilmu agama” (al-‘umum al-diniyyah
atau religious sciences) dengan “ilmu-ilmu umum” (general sciences)
dapat dipatahkan dengan cara bahwa pemisahan (pengdikotomian ini) hanyalah
sebuah wujud “historical accidetn (kesalahan sejarah)” proses
ideologisasi penyebaran keislaman. Dalam dataran koseptual kita hanya dapat
mengatakan; inti dari persoalan pensakralan cabang ilmu ini berkaitan erat
dengan persoalan politik.
2. Pemerintah dalam hal ini memegang
puncak “kekuasaan” mampu menghasilkan pendidikan yang mensinergikan dua ilmu
ini.
3. UIN dalam hal ini pendidikan yang
berlabelkan Islam, mampu menjawab tantangan zaman, yang selama ini mempunyai
keinginan keras dalam mengintegrasi dua keilmuan ini.
4. Para ahli (praktisi) pendidikan
mampu mencontohi atau setidaknya menjadikan pelajaran bahwa
intelektual-intelektual muslim terdahulu sebut saja misalnya asy- Syafi’I yang
mampu mensinergikan ilmu ushul fiqh dan filsafat Aristoteles dan masih banyak
pemikir-pemikir muslim lainnya yang menorehkan sejarah kebangkitan.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah tentang dikotomi
dan dualisme pendidikan di Indonesia dengan berbagai keterbatasan referensi
yang ditemui dan keterbatasan kemampuan analisa pemakalah. Tataran konsep
dikotomi akan menimbulkan dulaisme pendidikan pada tataran praksis yang pada
berikutnya akan menimbulkan keterpurukan hasil dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Hamid, dkk, Pemikiran
Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010, cet-1.
Al-Attas, Syed Muhammadal-Naquib,
1994. Konsep Pendidikan Dalam Islam Suatu Kerangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Mizan
Abd. Rahman Assegaf, Pengantar
dalam buku Pendidikan Islam Integratif (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), karangan Jasa Ungguh Muliawan,
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan,
Mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prebada
Media Group, 2008, Cet-3.
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Pemikiran
tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Dalam Pendidikan Islam di
Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara
Wacana,Yogyakarta, 1991.
——– Pengembangan Pendidikan
Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru yang Lebih Efektif,
Makalah Seminar, 1997.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2007, cet-7
Ahmad Watik Pratiknya, “Identifikasi
Masalah Pendidikan Agama Islam di Indonesia”, Muslih Usa (Ed.), Pendidikan
Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991),
Ahmad Baso, NU Studies:
Pergolakan pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme
Neo-Liberal (Jakarta: Erlangga, 2006),
A.Malik Fadjar, Menyiasati
Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Seminar dan
Lokakarya Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21, IAIN, Cirebon,
tanggal, 31 Agustus s/d 1 September 1995.
Azyumardi Azra, dalam Marwan
Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Amissco, Jakarta, 1996.
————,Pendidikan Islam tradisi dan
modernisasimenuju millennium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1999.
————, Paradigma Baru Pendidikan
Nasional, Rekontruksi dan Demokratisasi, (Jakarta : Kompas, 2006)
Amin, Abdullah,Menyatukan kembali
Ilmu-ilmu Agama dan Umum. Yogyakarta: Suka Press IAIN Sunan Kalijaga,2003.
Ali Riyadi, Politik Pendidikan
Menggugat BirokrasiPendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006)
Djamaluddin Ancok, Membangun
Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Psikologi, Nomor : 6 Tahun III, UII, 1998.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, “Dulaisme”, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1989)
Departemen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemahan, J-Art,2004
Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Rencana
Strategis Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tahun 2007-2010.
E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Sebuah Panduan Praktis, (Bandung : Rosdakarya
2008)
Fazlur Rahman, Islam and
Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition,The University of
Chicago, Chicagi, 1982., terj. Ahsin Mohammad, Pustaka, 1985.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam
Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 2003,
HM.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
Jakarta, Bumi Aksara, 2009, cet-4
H.A.R. Tilar, Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia,
Magelang, Cet. I, 1998.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000),
Isma’il Raji al-Faruqi, Islamization
of Knowledge : General Principles and Workplan Hemdon : HIT, 1982),
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali dikotomi Ilmu dan Pendidikan
Islam (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris-Indonesia Jakarta : PT. Gramedia Utama, 1992)
Jalaludin & Usman Said. Filsafat
Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999
Mastuhu.,Menata Ulang Pemikiran
Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insani Press,
2004
M. Shofan. Pendidikan
Berparadigma Profetik. Yogyakarta: Ircisod-UMG Press. 2004
M.Rusli Karim, Pendidikan Islam
Sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Buku : Pendidikan Islam di Indonesia
antara Cita dan Fakta, editor, Muslih Usa, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet.1,
1991.
Maksum, Madrasah Sejarah dan
Perkembangannya, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999)
Marwan Saridjo, Bunga Rampa
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Amissco, 1996)
Kamal Muhammad Isa, Manajemen
Pendidikan Islam, terjemah dari Khashaish Madrasatin Nubuwawah, Jakarta,
Fikahati Aneska, 1994,
Mahmud Arif, Pendidikan Islam
Transformatif (Cet. I: Yogyakarta: LKIS, 2008)
Muslih Usa (Ed.), Pendidikan
Islam di Indonesia Antara Citadan Fakta (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991),
hlm. 104.
Nurhayati Djamas, Dinamika
Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, (Jakarta: PT RajaGradindo
Persada, 2009)
Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi
Format Pendidikan IdialPondok Pesantren di Tengak Arus Perubahan.
Yogyakarta: PustakaPelajar, 2005
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran:
Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Ummat (Cet. XVII: Bandung: Mizan,
2007
Rusydi; Wacana dikotomi llmu
dalam Pendidikan Islam dan pengaruhnya (2009)
Roehan Achwan, Prinsip-prinsip
Pendidikan Islam Versi Mursi, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 1, IAIN Sunan
Kalija, Yogyakarta, 1991.
Soroyo, Antisipasi Pendidikan
Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000, dalam Buku :Pendidikan
Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Tiara
Wacana, Yogya, 1991.
Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali
Ashraf, Crisis Muslim Educatio“., Terj.Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan
Islam, Risalah, Bandung, 1986.
Sanaky, Hujair AH., Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta:
Safiria Insani Press, 2003
Sumarsono Mestoko, PendidikanIndonesia
dari Jaman ke Jaman, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1979
Suwito, Fauzan, Perkembangan
Pendidikan Islam di Nusantara, Studi Perkembangan Sejarah dari Abad 13 hingga
Abad 20 M, (Bandung: Angkasa: 2004)
Syafi’i Ma’arif, Pengembangan
Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru Yang Lebih
Efektif, 1997.
Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006)
Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi
Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safira Insan Press, 2005)
UU No. 2
Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi
Ganda Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safira Insan Press, 2005),
hlm. 91-91
Zuhairini,
dkk..Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: BumiAksara, 2008
Zakiah Darajat, dalam buku “Peran Agama dalam Kesehatan
Mental”, Jakarta, Gunung Agung, 1996,
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, 1992, cet-2.
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta, Gunung
Agung, 1996, cet-23.
http://Klub Guru Indonesia e-journal ilmiah “Ki Supriyoko
tentang “pembunuhan sekolah swasta”
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0108/10/dikbud/diko09.htm
http://edukasi.kompas.com/read/xml/209/01/17/17191283/
Baca Media Indonesia 25 Juli 2008,
tentang kajian Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet
Indonesia, Irwin.
John M. Echols dan Hassan Shadily,
“dichotomy”, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta :PT. Gramedia
Utama, 1992), h. 180.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, “dikotomi”, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1989), h. 205.
Ahmad Watik Pratiknya,
“Identifikasi Masalah Pendidikan Agama Islam di Indonesia”, Muslih Usa (Ed.), Pendidikan
Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta(Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991),
h. 104.
Isma’il Raji a!-Faruqi, Islamization
of Knowledge : General Principles andWorkplan Hemdon : HIT, 1982), h. 37.
M. Quraish Shihab, Wawasan
Al-Quran, Tafsir Maudhu’I atas pelbagai persoalan umat, Bandung, Mizan, 1996,
h. 434-447.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam
Islam, Sejarah Pemikiran san Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 2003, cet-14,
hlm.58.
HM.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta,
Bumi Aksara, 2009, cet-4, hlm.33
Abd. Rahman Assegaf, Pengantar
dalam buku Pendidikan Islam Integratif (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), karangan Jasa Ungguh Muliawan, h. vii.
Azyumarid Azra, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional,Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta, Kompas, 2006, h.
110.
Hal ini dapat kita lihat misalnya
pembakuan cara-car berpikir dalam fiqh lahir dalm situasi ketegangan antara
pendukung hadis (naql) dan ra’y (‘aql, rasio). Baca selengkapnya
penjelasan Ahmad Baso, NU Studies: Pergolakan pemikiran antara
Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal (Jakarta: Erlangga,
2006), h.135.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2007, cet-7. Hlm.68.
Al-Attas, Syed Muhammadal-Naquib,
1994. Konsep Pendidikan Dalam Islam Suatu Kerangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Mizan.hlm.41
Azyurmardi Azra, Paradigma Baru
Pendidikan Nasional: rekonstruksi dan Demokratisasi (Cet. I: Jakarta: Buku
Kompas, 2002), h. 101.
Baca selengkapnya Jasa Ungguh
Muliawan, Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali
dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam (Cet. I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h. 206-208.
Pada sekitar pertengahan decade
tahun 1970-an, perhatian pemerintah mulai ditujukan pada pembinaan madrasah
secara lebih sistematis, misalnya, dengan lahirnya kurikulum 1973 dan SKB 3
Menteri pada 24 Maret 1975 yang mengaskan bahwa kedudukan madrasah sejajar
dengan sekolah formal dapat dilihat selengkapnya. Baca selengkapnya,
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Cet. I: Yogyakarta: LKIS,
2008), h. 205.
Baca selengkapnya mengenai
epistemologi dalam Islam Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif……op.
cit., h. 27-101.
Baca selengkapnya .Abd. Rahman
Assegaf, Pengantar dalam buku Pendidikan Islam Integratif…….op. cit.,
h. vii-ix.
Ibid.,
h. ix dan hal senada disampaikan Azyumardi Azra, Rekonstruksi Kritis Ilmu
dan Pndidikan Islam, dalam Abdul Munir Mulkhan, dkk., Religiusitas
Iptek, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yoyakarta dan
Pustaka Pelajar, 1998), h. 87. serta Azyumardi Azra, Paradigma Baru
Pendidikan…., op. cit., h. 115.
Azyumardi Azra, Esei-esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998),
h. 94., Hal senada disebutkan pula Azyumardi Azra, Paradigma Baru
Pendidikan…., op. cit., h. 115. dan lihat pula Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam…., op. cit., h. 206.
Isma’il Raji a!-Faruqi, Islamization
of Knowledge : General Principles andWorkplan Hemdon : HIT, 1982),Op.Cit.,40-41
Jalaludin & Usman Said. Filsafat
Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999. 160
Baca buku Abdulah Hamid, Pemikiran
Modern dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia,2010 Cet-1. Hlm 289-305 yang
menjelaskan tentang kronologis terjadinya kecurigaan Belanda terhadap pesantren
di Indonesia, karena dalam ajaran Islam pemerintahan Belanda merupakan
pemerintahan kafir yang harus dilawan dengan jihad, sehingga Belanda
mempelajari dengan serius seluk beluk Islam di Indonesia yang melahirkan Dutch
Islamic Policy yang lebih dikenal Politik Islam Hindia Belanda dengan Tokoh
Utamanya Snouck Hurgronje.Hasil analisis Snouck Hurgronje Islam di Indonesia
terbagi kepada dua bagian besar yaitu Islam sebagai religius yang menyarankan
kepada pemerintah agar berlaku toleran agar tercipta ketenangan dan stabilitas,
dan Islam sebagai politik yang harus dicurigai dan diawasi secara teliti
darimana datangnya, terutama yang dipengaruhi pan Islami. Beberapa taktik
Pemerintah Belanda dalam memadamkan pergerakan dan perlawanan santri muslim
Indonesia antara lain: depolitatsi ulama dan santri, merusak teologi dan
ideology masyarakat petani dengan tanam paksa, mencegah asimilasi
pribumi-china, mencegah Islam –priyayi, memperalat komunisme, dan ordonasi guru.Penerbitan
Ordonansi Guru. Kebijakan ini mewajibkan guru-guru agama untuk memiliki surat
izin dari pemerintah. Tidak setiap orang, meskipun ahli ilmu agama, dapat
mengajar di Lembaga-lembaga pendidikan. Dalam perkembangannya, Ordonansi Guru
itu sendiri mengalami perubahan dari keharusan guru agama mendapatkan surat
izin menjadi keharusan guru agama itu cukup melapor dan memberitahu
saja.Peraturan ini mungkin disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan
Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai Syarikat Islam,
Al-Irsyad, Nahdatul Watan dan lain-lain.Pada tahun-tahun itu memang sudah
terasa adanya ketakutan dari pemerintah Belanda terhadap kebangkitan pribumi.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam pada saat itu sudah banyak berkembang, pemerintah
Belanda mengadakan control secara ketat dan segera mendirikan lembaga
pendidikan bagi Indonesia terutama kalangan bangsawan/ ningrat yang dikenal
sekolah bumi putera dengan tujuan utama mendambakan kesatuan Indonesia dan
Belanda dalam satu ikatan Pax Neerlandica yang mengajarkan pendidikan modern
dengan tujuan mengurangi dan mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.
Lihat undang-undang No.4 tahunn
1954 yang diberlakukan dengan Undang-undang No.12 tahun 1954 untuk menjalankan
undang-undang pendidikan dasar dan pengajaran.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam
Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 2003, hlm.56
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan,
Mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prebada
Media Group, 2008, Cet-3. Hlm. 9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2007, cet-7. Hlm.68.
Lihat penjelasan Zakiah Darajat,
dalam buku “Peran Agama dalam Kesehatan Mental”, Jakarta, Gunung Agung, 1996,
lebih rinci dijelaskan bahwa pengetahuan tanpa agama membahayakan, harta tanpa
agama menyengsarakan, kedudukan tanpa agama menggelisahkan dan jiwa manusia
membutuhkan agama. Kemudian ia menjelaskan fungsi agama dalam kehidupan sebagai
bimbingan dalam hidup,penolong dalam kesukaran, dapat menenteramkan batin,
pengendali moral, sebagai terapi terhadap gangguan kejiwaan dan sebagai
psikoterapi dalam pembinaan mental.
Fazlur Rahman,Islam and
Modernity, Transformation of an Intelectual Tradition, The University of
Chicago, Chicagi, 1982, Terj. Ahsin Mohammad, Pustaka 1985.h.160.
Ahmad Syafi’I Ma’arif, Pemikiran
tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, dalam Pendidikan Islam di
Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor: Muslih Usa, Yogyakarta, Tiara Wacana,
1991, h. 150
Kamal Muhammad Isa, Manajemen
Pendidikan Islam, terjemah dari Khashaish Madrasatin Nubuwawah, Jakarta,
Fikahati Aneska, 1994, h. 30-31.
Baca selengkapnya M. Quraish Shihab,
Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Ummat (Cet.
XVII: Bandung: Mizan, 2007), h. 434-435.
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam…., op. cit., h. 211., Baca pula penjelasan yang baik mengenai
dikotomi Ilmu hanya disebabkan persoalan (kepentingan) politik dalam Azyumardi
Azra, Paradigma Baru Pendidikan…., op. cit., h. 104.
Bandingkan dengan Muhammad Fahmi.Konsep
Pendidikan Isma’il Raji Al-Faruqi: Relevansinya bagi Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia, Tesis. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. 2006.14
Sanaky, Hujair AH, Paradigma
Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta:
Safiria Insani Press, 2003. H. 207-225
0 Komentar untuk "MAKALAH TENTANG DIKOTOMI DAN DUALISME PENDIDIKAN"